Kamis, 03 Desember 2015

perubahan kondidsi psikologis dimasa remaja



PERUBAHAN KONDISI PSIKOLOGIS DI MASA REMAJA



Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kana-kanak ke masa dewasa. Kalimat inilah yang sering didengung-dengungkan saat kita membahas tentang istilah remaja dalam lingkungan social secara terbuka. Kemaslahatan definisi istilah inipun  di tengah-tengah masyarakat  telah terakui, lebih lanjut penjelesan ini selalu diikuti dengan  pembahasan tantang perubahan-perubahan secara fisik yang terjadi di masa peraliahan ini, sehingga dapat dikatakan materi-materi ini sudah menjadi pembahasan umum dalam masyarakat, terutama remaja.
Sudah bukan merupakan hal tabu lagi untuk mambahas bahwa ketika laki-laki sudah menyandang kata ‘remaja’ dia akan mengalami beberapa perubahan fisik, diataranya adalah : badan lebih berotot, penambahan berat serta tinggi badan , buah zakar akan semakin besar dsb. Begitupun yang terjadi pada remaja putri, yaitu: tumbuh rambut di sekitar alat kelamin dan ketiak, payudara membesar, pinggul mulai membesar dll. Info-info seperti ini telah cukup familiar di telinga masyarakat.
Namun , selain perubahan-perubahan fisik , ada hal yang tak kalah penting untuk dipelajari ketika membahas tentang hiruk-pikuk keadaan yang dialami oleh remaja. Yaitu perubahan  social yang terjadi di lingkungan maupun dalam diri remaja. Ketika menginjak remaja, anak akan mengalami beberapa perubahan-peruabahan social ataupun  perubahan-perubahan dalam pemikiran maupun perwujudan melalui perbuatan-perbuatannya yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi psikologis(kejiwaan)pada diri remaja tersebut. Antara lain perubahan sifat yang dialami remaja yaitu seperti mudah marah, rasa ingin tahu yang berlebih, jarang memperhitungkan resiko , ingin mengaktualisasikan diri.
Semua perubahan-perubahan tersebut tentu bisa saja diarahkan kea rah positif maupun negatif, salah satu  faktor fundamental yang dapat menentukan arah perubahan social ini adalah pengendalian diri remaja itu sendiri. Semisal menjaga diri dari banyak pengaruh teman untuk merokok, menkonsumsi narkoba, miras dll. Tentu saja dalam konteks ini pengendalian diri dari remaja akan menjadi sangat penting agar tidak terpengaruh oleh kelompok mereka .tidak dapat dipungkiri pengaruh kelompok sangat susah untuk dihindari maupun ditolak . bahkan terkadang anak yang telah memiliki konsep pengendalian diri yang bagus pun dapat terpengaruh. Dalam hal ini orang tua dapat mengambil sedikit andil dalam menentukan maupun mengarahkan kelompok-kelompok pergaulan yang pantas untuk si anak. Orang tua  memiliki peran serta juga dalam mengarahkan peubahan-perubahan sosialnya kea rah yang positif
Jika perubahan-perubahan social pada remaja tersebut diarahkan , tentu saja ini akan menciptakan hal-hal yang cenderung bernilai positif. Rasa keingin tahuan pada remaja misalnya. Lebih spesifik lagi rasa keingin tahuan mereka mengenai  reproduksi remaja . fasilitas penyediaan informasi  adalah salah satu bentuk pengarahan yang dapat dilakukan, pembekalan-pembekalan yang ditangani secara professional tentu akan menciptakan sesuatu yang positif karena pengarahan yang efektif . Justru keingintahuan mereka akan terarah, dan mereka justru dapat membantu untuk mengatasi atau terjun langsung dalam menangani masalah remaja ( teman-teman mereka semdiri ).inilah salah satu contoh pengarahan yang dapat dilakukan untuk menanggapi perubahan-perubahan psikologis dalam diri remaja.
 pada hakikatnya remaja sebenarnya tidak perlu mengurung dirinya dalam ketidak  tahuan  dari dunia luar, tentu saja banyak hal yang harus dipahami oleh remaja sekalipun pada awalnya hal tersebut dianggap tabu untuk dibahas,  seperti halnya materi tentang kesehatan reproduksi remaja.dalam konteks ini, materi kesehatan reproduksi sangat penting untuk disosialisasikan , bukan bertujuan menggembar-gemborkan hal yang tabu menjadi tidak tabu, namun tentu saja informasi-informasi tersebut diperlukan dengan tujuan menghindarkan remaja dari penyimpangan-penyimpangan social. Karena di zaman globalisasi seperti ini, telah banyak media-media yang sangat mendukung terjadinya penyimpangan social salah satu diantara sekian banyak adalah media elektronik, seperti tv, internet dsb.   . lebih baik mereka diarahkan dengan cara-cara yang professional untuk memuaskan rasa keingintahuan mereka, daripada mereka harus dibiarkan mencari-cari sendiri tanpa adanya pengawasan.
Selain penjagaan diri remaja , pendidikan moral pun dibutuhkan , namun pendidikan moral ini harus dilakukan justru tidak pada saat mereka menginjak masa remaja, namun pendidikan ini harus dilakukan semenjak dini. Jadi pada saat remaja , bila pendididikan moral telah ditanamkan, maka pengendalian diri pada remaja(self guarding) itupun dapat terbentuk secara tidak langsung. Sehingga tidak perlu adanya pengekangan-pengekangan yang berlebihan dari orang tua terutama pada saat anak memasuki dunia remaja. Pengekangan seperti itu justru  akan dapat menimbulkan dampak-dampak negatif, salah satunya yaitu trauma. Karena perasaan tersebut remaja akan semakin gugup bila dia telah beranjak dewasa, bukan remaja lagi . gugp dalam menghadapi dunia luar yang semakin kasar dan menakutkan , daia akan merasa tabu dengan kebebasan-kebebasan yang dia dapat saat menginjak dewasa.pengendalian dirinya akan semakin menipis, karena semenjak remaja ia biasa untuk dikendalikan, bukan mengendalikan diri.mereka juga akan serba ragu-ragu mengambil keputusan , karena trauma yang muncul akibat pengekangan tersebut.
Dampak negatif lain yang dapat terjadi adalah hubungan orang tua-anak akan menjadi cenderung tidak harmonis. Anak seperti ini akan menjadi terkungkung dalam ketidakterbukaan. Terkejut dengan ketidakbiasaan yang dirasakan , kebebasan-kebebasan yang semakin terbuka namun diri mereka sendiri rapuh atas pengendalian diri.itulah hal-hal yang tidak diinginkan saat telah terjadi pengekangan-pengekangan oleh orang tua. Dampaknya kan berjalan dalam jangka panjang.
Maka dari itu, kesimpulannya remaja adalah masa peralihan yang sangat menentukan pada masa berikutnya yaitu masa dewasa. Perubahan-perubahan social pada remaja dapat menimbulkan hal positif maupun negatif , tergantung pengarahan yang dilakukan .jika perubahan-perubahan tersebut dapat diarahkan secara maksimal, justru remaja akan dapat dengan mudah mengaktualisasikan dirinya tanpa melakukan penyimpangan-penyimpangan.hal penting lainnya adalah pendidikan moral sejak dini, sehingga saat anak menginjak usia remaja sudah tidak diperlukan pengekangan-pengekangan terhadap remaja . mereka dengan sendirinya akan melindungi diri jika nilai-nilai yang telah didapatnya saat orang tua telah menerapkan pendidikan moral sejak dini.pendidikan moral akan bnerperan penting dalam menciptak selfguarding di diri remaja . inilah modal utama untuk emaja dalam menciptakan kehidupan masa peralihan yang sehat dan bermanfaat untuk masa depan mereka.

Perubahan Psikologis Remaja

Posted: Agustus 14, 2012 in Uncategorized
0
>http://media.vivanews.com/thumbs2/2012/06/06/157936_ibu-dan-anak-remaja_300_225.jpgPSIKOLOGI PERKEMBANGAN REMAJA Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula orang dewasa. Pada periode ini pula remaja berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa (Clarke-Sweart & Friedman, 1987; Ingersoll, 1989) Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula perubahan dalam lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut memperluas lingkungan sosial diluar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lainnya. Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:(Konopka, 1973 dalam Pikunas, 1976; Ingersoll 1989): Masa remaja awal (12-15 tahun) Pada masa ini individu memulai meninggalkan peran sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir yang baru. Masa remaja akhir (19-22 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam renteang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Kita semua mengetahui bahwa antara anak-anak dan orang dewasa ada beberapa perbedaan yang selain bersifat bilogis atau fisiologis juga bersifat psikologis. Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada prilaku remaja. Secara ringkas, proses perubahan tersebut dan interaksi antara beberapa aspek yang berubah selama masa remaja bisa diuraikan sebagai berikut. (Lerner & Hultsch, 1983; 318-320). perubaha fisik rangkaian perubahan yang paling jelas yang nampak dialami oleh remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun pada pria (hurlock, 1973: 20-21). perubahan emosionalitas akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal adalah perubahan dalam aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormonal tadi dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan badaniah tersebt. Perubahan kognitif Semua perubahan fisik yang membawa implikasi perubahan emosional tersebut makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga sedang mengalami perubahan kognitif. Perubahan dalam kemampuan berfikir ini diungkapkan oleh Piaget (1972) sebagai tahap terakhir yang disebut sebagai tahap formal operation dalam perkembangan kognitifnya. Implikasi Psikososial Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat itu membawa akibat bahwa fokus utama dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri. Secara psikologis proses-proses dalam diri remaja semuanya telah mengalami perubahan, dan komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif sedang mengalami perubahan besar. Menurut John Hill (1983), terdapat tiga komponen dasar dalam membahas periode remaja yaitu: perubahan pundamental remaja meliputi perubahan biologis kognitif dan sosial. Ketiga perubahan ini bersifat unipersal. Perubahan biologis menyangkut tampilan fisik (ciri-ciri secara primer dan sekunder) Transisi Kognitif Perubahan dalam kemampuan berfikir, remaja telah memiliki kemampuan yang lebih baik dari anak dalam berfikir mengenai situasi secara hipotesis, memikirkan sesuatu yang belum terjadi tetapi akan terjadi. Transisi Sosial Perubahan dalam status sosial membuat remaja mendapatkan peran-peran baru dan terikat pada kegiatan-kegiatan baru. Konteks dari remaja Perubahan yang fundamental remaja bersifat universal, namun akibatnya pada individu sangat bervariasi (Bronfenbrenner, 1979). Hal ini terjadi karena dampak psikologis dari perubahan yang terjadi pada diri remaja dibentuk dari lingkungan. Perkembangan Psikososial Terdapat 5 kasus dari psikososial yaitu: Identity yaitu mengemukakan dan mengerti dari sebagai individu. Pada masa remaja terjadi perubahan yang sangat penting pada identitas diri (Harter, 1990). Pada masa remaja sangsi akan identitas dirinya dan tidak hanya sangsi akan personal sense dirinya tapi juga untuk pengakuan dari orang lain dan dari lingkungan bahwa dirinya merupakan indiviodu yang unik dan khusus. Autonomy yaitu menetapkan rasa yang nyaman dalam ketidaktergantungan. Remaja berusaha membentuk dirinya menjadi tidak tergantung tetapi berusaha untuk menemukan dirinya dengan kaca mata dirinya sendiri dan orang lain. Hal ini merupakan suatu proses yang sulit, tidak hanya bagi remaja tetapi juga bagi orang lain di sekitarnya. Terdapat tiga perkembangan penting dari autonomy, yaitu: – mengurangi ikatan emosional dengan orang tua. – mampu untuk mengambil keputusan secara mandiri. – Membentuk “tanda personalnya” dari nilai dan moral (Donvan and Andelson, 1966; Seinberg, 1990). Intimacy yaitu membentuk relasi yang tertutup dan dekat dengan orang lain. Selama masa remaja perubahan penting lainnya adalah kemampuan individu untuk menjalin kedekatan dengan orang lain, khususnya dengan sebaya. Pertemuan muncul pertama kali pada masa remaja melibatkan keterbukaan, kejujuran, loyaliyas dan saling percaya, juda berbagi kegiatan dan minat (Sarin Williams and Bernet, 1990). “dating”, menjadi penting dan sebagai konsekuensinya kemampuan untuk menjalin hubungan melalui kepercayaan dan cinta. Sexuality yaitu mengekspresikan perasaan-perasaan dan merasa senang jika ada kontak fisik dengan orang lain. Kegiatan seksual secara umum dimulai pada masa remaja, kebutuhan untuk memecahkan masalah nilai-nilai sosial dan moral terjadi pada masa ini (Kart Chadorin, 1990). Achivement yaitu mendapatkan keberhasilan dan memiliki kemampuan sebagai anggota masyarakat Pengembalian keputusan yang penting terjadi pada masa remaja dan membawa konsueksi yang panjang tentang sekolah dn karir (Henderson and Dweck, 1990). Umumnya pengembalian keputusan bergantung pada evaluasi diri remaja mengenai kecakapan dan kemampuan dari aspirasi dan harapannya dimasa mendatang, dan dari masukan-masukan yang diterima oleh remaja dari tugas guru dan teman. Sumber: Agustiani, Hendriati. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Refika Aditama, 2006.

language maintenance and language shift



Rounded Rectangle: Name : Lily Hayati ( 126311288 )
class    : 6.A
Subject : Sociolinguistic
 




I.                   Language change and shift ( Malay – java )
Malay (/məˈleɪ/;[6] Bahasa Melayu; Jawi script: بهاس ملايو) is a major language of the Austronesian family. It is the national language of Brunei, Malaysia, Indonesia and Singapore. It is spoken by 270 million people[7] across the Malacca Strait, including the coasts of the Malay Peninsula of Malaysia and the eastern coast of Sumatra in Indonesia, and has been established as a native language of part of western coastal Sarawak and West Kalimantan in Borneo.
As the Bahasa Kebangsaan or Bahasa Nasional (National Language) of several states, Standard Malay has various official names. In Singapore and Brunei it is called Bahasa Melayu (Malay language); in Malaysia, Bahasa Malaysia (Malaysian language); and in Indonesia, Bahasa Indonesia (Indonesian language) and is designated the Bahasa Persatuan/Pemersatu ("unifying language/lingua franca"). However, in areas of central to southern Sumatra where the language is indigenous, Indonesians refer to it as Bahasa Melayu and consider it one of their regional languages.
Standard Malay, also called Court Malay, was the literary standard of the pre-colonial Malacca and Johor Sultanates, and so the language is sometimes called Malacca, Johor, or Riau Malay (or various combinations of those names) to distinguish it from the various other Malayan languages. According to Ethnologue 16, several of the Malayan varieties they currently list as separate languages, including the Orang Asli varieties of Peninsular Malay, are so closely related to standard Malay that they may prove to be dialects. (These are listed with question marks in the table at right.) There are also several Malay-based creole languages which are based on a lingua franca derived from Classical Malay, as well as Makassar Malay, which appears to be a mixed language.
         Based on my experiences in my daily life , because of My grandmother and my grandfather were pass away before, I have some to analyze based on the Language used or shift they are my aunty and my mommy. My aunty actually my mother sisters stay at they origin places or we call the places that they are was born . different with my mom, my mom when she’s already got marriage they both moving to another places. So that, they language were different ,my parents stayed with java language ,and my aunty still using malay language to communicate each others. In meantime, they are talk or communications using they own language as Malay different with my mother , she used malay mix with java language because we already moving at javaness environment. After years by years I’ am was born and life like a javaness people because of what? Because my parents already stay here and am grow up in java roles. Sometimes, we are going to my aunty house to visited them like usually culture in another ethnic. In there, they are talk with malay language with their own family, so do I, am is the one of malay family but the language change was adopt me in javaness culture , it change all of my first language ( majority language ) became my ( Minority language ) from malay to java. My parents totally is malay language and malay ethnic but we are they children does not know about malay language roles, ethnic and else, we have learn from school .  Not only me both of my sister and brother also does not know the malay language or my parents  Majority language. Based on the experience we learn something new, that environment can change our cultural background.

For example the world or vocabulary that we found in malay language and it does not used in communicative in times, like :
Malay
Indonesia
english
reban
kandang
cage
sudu
sendok
spoon
guli
kelereng
marbels
ayan
seng
zinc
songkok
kopiyah
kopiyah
kukuw
parutan
grater
niau
kelapa
coconut

             Some word we can analysis based on the contexs and used of the specific purposed. And sometimes we can get the main point based on the sentences meaning or what the speakers say, for example, when we are sitting in malay community and we have to know what they talking about, we should asking to our friends next to you , if not we can miss understanding with them . some case can show us , likely television cartoon character like ( UPIN- IPIN ) in Indonesia translation we can not found the relevant mean based on they are talk about. So what? We have study more about language change and shift and how its look like in our social communications.
Its not only in malay or java language were changed but also in all ethnic in Indonesian country has several culture that we have to know and learn about it self. For every single people should be more interest with our own culture so that it can make positive value for us so do our next generations.

metode dan teknik penerjemah



Metode dan Teknik Penerjemahan
Terlepas dari perbedaan-perbedaan yang ada, setiap pakar penerjemahan mengelompokkan penerjemahan-penerjemahan di bawah ini ke dalam jenis, metode atau teknik. Peneliti, dalam hal ini, mengadopsi pendapat Newmark (1988) dalam pengelompokan metode penerjemahan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah metode diartikan sebagai cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (2005:740).

Berkaitan dengan batasan istilah metode penerjemahan (Translation Method), Molina dan Albir (2002:507) menyatakan bahwa ”Translation method refers to the way of a particular translation process that is carried out in terms of the translator’s objective, i’e., a global option that affects the whole texts”. Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penerjemahan lebih cenderung pada sebuah cara yang digunakan oleh penerjemah dalam proses penerjemahan sesuai dengan tujuannya, misalnya sebuah opsi global penerjemah yang mempengaruhi keseluruhan teks. Jadi metode penerjemahan sangat mempengaruhi hasil terjemahan. Artinya hasil terjemahan teks sangat ditentukan oleh metode penerjemahan yang dianut oleh penerjemah karena maksud, tujuan dan kehendak penerjemah akan berpengaruh terhadap hasil terjemahan teks secara keseluruhan. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Newmark dalam Ordudary (2007:1) yang menyatakan: “[w]hile translation methods relate to whole texts, translation procedures are used for sentences and the smaller units of language”. Selanjutnya Newmark (1988:45) telah mengelompokkan metode-metode penerjemahan berikut ke dalam dua kelompok besar. Empat metode pertama lebih ditekankan pada Bsu, yaitu Word-for-word translation, Literal translation, Faithful translation, dan Semantic translation dan empat metode kedua lebih ditekankan pada Bsa, Adaptation, Free translation, Idiomatic translation, dan Communicative translation.

1. Penerjemahan Kata-demi-kata
Dalam metode penerjemahan kata-demi-kata (word-for-word translation), biasanya kata-kata Tsa langsung diletakkan di bawah versi Tsu atau disebut dengan interlinear translation. Metode penerjemahan ini sangat terikat pada tataran kata, sehingga susunan kata sangat dipertahankan. Dalam melakukan tugasnya, penerjemah hanya mencari padanan kata Bsu dalam Bsa. Susunan kata dalam kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat Bsu. Setiap kata diterjemahkan satu-satu berdasarkan makna umum atau di luar konteks, sedangkan kata-kata yang berkaitan dengan budaya diterjemahkan secara harfiah. Umumnya metode ini digunakan pada tahapan prapenerjemahan pada saat penerjemah menerjemahkan teks yang sukar atau untuk memahami mekanisme Bsu. Jadi metode ini digunakan pada tahap analisis atau tahap awal pengalihan. Biasanya metode ini digunakan untuk penerjemahan tujuan khusus, namun tidak lazim digunakan untuk penerjemahan yang umum. Kecuali jika struktur kalimat bahasa Inggris sama dengan struktur kalimat bahasa Indonesia (lihat contoh nomor 3 dan 4 di bawah ini) (Catford, 1978:25; Soemarno, 1983:25; Newmark, 1988:45-46; Machali, 2000:50-51; Nababan, 2003:30).
Berikut adalah beberapa contoh hasil terjemahan yang menggunakan contoh metode penerjemahan kata-demi-kata menurut beberapa pakar tersebut di atas:
1. Tsu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing that.
Tsa : *Lihat, kecil anak, kamu semua harus tidak melakukan ini.
Berdasarkan hasil terjemahan tersebut, kalimat Tsu yang dihasilkan sangatlah rancu dan janggal karena susunan frase “kecil anak” tidak berterima dalam tatabahasa Indonesia dan makna frase “harus tidak” itu kurang tepat. Seharusnya kedua frase tersebut menjadi “anak kecil” dan “seharusnya tidak”. Demikian pula dengan kata “that” yang sebaiknya diterjemahkan menjadi “itu” bukan “ini”. Sehingga alternative terjemahan dari kalimat tersebut menjadi:
‘Lihat, anak kecil, kamu semua seharusnya tidak melakukan itu.’
2. Tsu : I like that clever student.
Tsa : *Saya menyukai itu pintar anak.
Hasil terjemahannya tidak berterima dalam bahasa Indonesia karena susunan kata yang benar bukan ’itu pintar anak’ tetapi ’anak pintar itu’, sehingga kalimat yang benar seharusnya: ”Saya menyukai anak pintar itu.”
3. Tsu : I will go to New York tomorrow.
Tsa : Saya akan pergi ke New York besok.
4. Tsu : Joanne gave me two tickects yesterday.
Tsa : Joanne memberi saya dua tiket kemarin.
Hasil terjemahan kalimat ke-3 dan ke-4 tidak separah hasil terjemahan kalimat ke-1 dan ke-2 karena struktur kalimat dari kedua teks tersebut hampir sama. Artinya bahwa hasil terjemahan kedua kalimat tersebut masih dalam kategori berterima walaupun masih terasa janggal. Walaupun demikian ada beberapa alternatif hasil terjemahan yang tampak lebih alamiah dan berterima misalnya:
3. ‘Besok pagi saya akan pergi ke New York.’
4. ‘Kemarin Joanne memberiku dua buah tiket.’

2. Penerjemahan Harfiah
Penerjemahan harfiah (literal translation) atau disebut juga penerjemahan lurus (linear translation) berada di antara penerjemahan kata-demi-kata dan penerjemahan bebas (free translation). Dalam proses penerjemahannya, penerjamah mencari konstruksi gramatikal Bsu yang sepadan atau dekat dengan Bsa. Penerjemahan harfiah ini terlepas dari konteks. Penerjemahan ini mula-mula dilakukan seperti penerjemahan kata-demi-kata, tetapi penerjemah kemudian menyesuaikan susunan kata-katanya sesuai dengan gramatikal Bsa (Soemarno, 1983:25; Newmark, 1988:46; Machali, 2000: 51; Nababan, 2003:33; Moentaha, 2006:48). Perhatikan beberapa contoh berikut:
1. Tsu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing that.
Tsa : Lihat, anak kecil, kamu semua seharusnya tidak berbuat seperti itu.
2. Tsu : It’s raining cats and dogs.
Tsa : Hujan kucing dan anjing.
3. Tsu : His hearth is in the right place.
Tsa : Hatinya berada di tempat yang benar.
4. Tsu : The Sooner or the later the weather will change.
Tsa : Lebih cepat atau lebih lambat cuaca akan berubah.
Jika dilihat dari hasil terjemahannya, beberapa kalimat-kalimat yang diterjemahkan secara harfiah masih terasa janggal, misalnya kalimat ke-2 sebaiknya diterjemahkan “Hujan lebat” atau “Hujan deras”. Kalimat ke-3 sebaiknya diterjemahkan menjadi “Hatinya tenteram”. Namun jika demikian hasil terjemahannya, memang lebih condong pada penerjemahan bebas. Demikian pula dengan kalimat ke-4 sebaiknya diterjemahkan menjadi “Cepat atau lambat cuacanya akan berubah”.

3. Penerjemahan Setia
Dalam penerjemahan setia (faithful translation), penerjemah berupaya mereproduksi makna kontekstual dari teks asli dengan tepat dalam batasan-batasan struktur gramatikal teks sasaran. Di sini kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan, tetapi penyimpangan tata bahasa dan pilihan kata masih tetap ada atau dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan Tsu, sehingga hasil terjemahan kadang-kadang masih terasa kaku dan seringkali asing (Newmark, 1988:46; Machali, 2000:51). Perhatikan contoh terjemahan berikut ini:
1. Tsu : Ben is too well aware that he is naughty.
Tsa : Ben menyadari terlalu baik bahwa ia nakal.
2. Tsu : I have quite a few friends.
Tsa : Saya mempunyai samasekali tidak banyak teman.

4. Penerjemahan Semantis
Penerjemahan semantis (semantic translation) lebih luwes daripada penerjemahan setia. Penerjemahan setia lebih kaku dan tidak kompromi dengan kaidah Bsa atau lebih terikat dengan Bsu, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel dengan Bsa. Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantis harus mempertimbangkan unsur estetika teks Bsu dengan cara mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran (Newmark, 1988:46; Machali, 2000:52). Perhatikan contoh berikut:
Tsu : He is a book-worm.
Tsa : *Dia (laki-laki) adalah seorang yang suka sekali membaca.
Frase book-worm diterjemahkan secara fleksibel sesuai dengan konteks budaya dan batasan fungsional yang berterima dalam Bsa. Tetapi terjemahan di atas kurang tepat dan seharusnya diterjemahkan menjadi: ’Dia seorang kutu buku.’

5. Adaptasi (Saduran)
Adaptasi (adaptation) oleh Newmark (1988:46) disebut dengan metode penerjemahan yang paling bebas (the freest form of translation) dan paling dekat dengan Bsa. Istilah ”saduran” dapat diterima di sini, asalkan penyadurannya tidak mengorbankan tema, karakter atau alur dalam Tsu. Memang penerjemahan adaptasi ini banyak digunakan untuk menerjemahkan puisi dan drama. Di sini terjadi peralihan budaya Bsa ke Bsu dan teks asli ditulis kembali serta diadaptasikan ke dalam Tsa. Jika seorang penyair menyadur atau mengadaptasi sebuah naskah drama untuk dimainkan, maka ia harus tetap mempertahankan semua karakter dalam naskah asli dan alur cerita juga tetap dipertahankan, namun dialog Tsu sudah disadur dan disesuaikan dengan budaya Bsa.
Berikut adalah contoh lirik lagu dari sebuah yang disadur dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia (http://anotherfool.wordpress.com):
Tsu : Hey Jude, don’t make it bad
Take a sad song and make it better
Remember to let her into your heart
Then you can start to make it better
(Hey Jude-The Beatles, 196)
Tsa : Kasih, dimanakahMengapa kau tinggalkan aku
Ingatlah-ingatlah kau padaku
Janji setiamu tak kan kulupa

6. Penerjemahan Bebas
Penerjemahan bebas (free translation) merupakan penerjemahan yang lebih mengutamakan isi dari pada bentuk teks Bsu. Biasanya metode ini berbentuk parafrase yang lebih panjang daripada bentuk aslinya, dimaksudkan agar isi atau pesan lebih jelas diterima oleh pengguna Bsa. Terjemahannya bersifat bertele-tele dan panjang lebar, bahkan hasil terjemahannya tampak seperti bukan terjemahan (Newmark, 1988:46; Machali, 2003:53). Soemarno (2001:33-37) memberi contoh sebagai berikut:
1. Tsu : The flowers in the garden.
Tsa : Bunga-bunga yang tumbuh di kebun.
2. Tsu : How they live on what he makes?
Tsa : Bagaimana mereka dapat hidup dengan penghasilannya?
Dalam contoh nomor 1 terjadi pergeseran yang disebut dengan shunt up (langsir ke atas), karena dari frase preposisi in the garden menjadi klausa ’yang tumbuh di kebun’. Sedangkan pada nomor 2 terjadi pergeseran yang disebut dengan shunt down (langsir ke bawah), karena klausa on what he makes menjadi frase ’dengan penghasilannya’. Contoh-contoh lainnya adalah:
3. Tsu : Tatik is growing with happiness.
Tsa : Tati, hatinya berbunga-bunga.
4. Tsu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing this.
Tsa : Dengar nak, mengapa kamu semua melakukan hal-
hal seperti ini. Ini tidak baik.
Berikut adalah sebuah contoh terjemahan bebas yang tampak sangat ekstrim yang dikemukakan oleh Moentaha (2006:52):
5. Tsu : I kissed her.
Tsa : Saya telah mencetak sebuah ciuman pada bibirnya yang merah.
Terjemahan di atas tampak lebih radikal, sekalipun tetap mempertahankan isi atau pesan. Padahal terjemahannya bisa saja menjadi ’Saya telah menciumnya’.

7. Penerjemahan Idiomatik
Larson dalam Choliludin (2006:23) mengatakan bahwa terjemahan idiomatik (idiomatic translation) menggunakan bentuk alamiah dalam teks Bsa-nya, sesuai dengan konstruksi gramatikalnya dan pilihan leksikalnya. Terjemahan yang benar-benar idiomatik tidak tampak seperti hasil terjemahan. Hasil terjemahannya seolah-olah seperti hasil tulisan langsung dari penutur asli. Maka seorang penerjemah yang baik akan mencoba menerjemahkan teks secara idiomatik. Newmark (1988:47) menambahkan bahwa penerjemahan idiomatik mereproduksi pesan dalam teks Bsa dengan ungkapan yang lebih alamiah dan akrab daripada teks Bsu.
Choliludin (2006:222-225) memberi beberapa contoh terjemahan idiomatik sebagai berikut:
1. Tsu : Salina!, Excuse me, Salina!
Tsa : Salina!, Permisi, Salina!
2. Tsu : I can relate to that.
Tsa : Aku mengerti maksudnya.
3. Tsu : You’re cheery mood.
Tsa : Kamu kelihatan ceria.
4. Tsu : Tell me, I am not in a cage now.
Tsa : Ayo, berilah aku semangat bahwa aku orang bebas.
5. Tsu : Excuse me?
Tsa : Maaf, apa maksud Anda?

8. Penerjemahan Komunikatif
Menurut Newmark (1988:47), penerjemahan komunikatif (communicative translation) berupaya untuk menerjemahkan makna kontekstual dalam teks Bsu, baik aspek kebahasaan maupun aspek isinya, agar dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca. Machali (2000:55) menambahkan bahwa metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu mimbar pembaca dan tujuan penerjemahan. Contoh dari metode penerjemahan ini adalah penerjemahan kata spine dalam frase thorns spines in old reef sediments. Jika kata tersebut diterjemahkan oleh seorang ahli biologi, maka padanannya adalah spina (istilah teknis Latin), tetapi jika diterjemahkan untuk mimbar pembaca yang lebih umum, maka kata itu diterjemahkan menjadi ’duri’.
Di samping itu Nababan (2003:41) menjelaskan bahwa penerjemahan komunikatif pada dasarnya menekankan pengalihan pesan. Metode ini sangat memperhatikan pembaca atau pendengar Bsa yang tidak mengharapkan adanya kesulitan-kesulitan dan ketidakjelasan dalam teks terjemahan. Metode ini juga sangat memperhatikan keefektifan bahasa terjemahan. Kalimat ’Awas Anjing Galak’ dapat diterjemahkan menjadi Beware of the dog! daripada Beware of the vicious dog! Karena bagaimanapun juga kalimat terjemahan ke-1 sudah mengisyaratkan bahwa anjing itu galak (vicious).
Berdasarkan pengamatan peneliti, setiap penerjemah memiliki gaya masing-masing dalam menerjemahkan suatu karya. Gaya yang dia pakai akan sangat berkaitan erat, misalnya, dengan metode penerjemahkaan yang dia gunakan bergantung tujuan penerjemahan yang dia lakukan. Di antara para penerjemah ada yang menggunakan metode penerjemahan setia, seperti yang telah dilakukan oleh penerjemah novel Harry Potter and the Phylosopher’s Stone. Alasannya adalah bahwa dia tidak mau melepaskan makna kontekstual dalam Tsu-nya. Dia berusaha mempertahankan istilah-istilah yang berkaitan dengan sosio-budaya dan latar dari Bsu, misalnya mempertahankan kata Mr dan Mrs serta nama-nama diri para karakter dalam novel itu. Dia tidak melakukan suatu adaptasi atau domestikasi tetapi mempertahankan ideology forenisasinya. Ini dilakukan demi menjaga keaslian unsur-unsur ceritera dan nilai-nilai budaya yang melatari ceritera tersebut sehingga pembaca diajak untuk mengenali tema, karakter, latar dan atmosfir budaya asing. Para penerjemah novel lainnya masing-masing berbeda dalam memilih metode penerjemahan. Di antaranya ada yang menggunakan penerjemahan bebas, semantis, idiomatik, dan adaptasi. Hal tersebut dilakukan bergantung kepada kebiasaan serta gaya yang menjadi ciri khas mereka. Mungkin pula bergantung pada tujuan penerjemahan itu sendiri.
http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/06/12/metode-penerjemahan-bahasa-ala-newmark/

Teknik Penerjemahan

Teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari BSu ke BSa, diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa maupun kalimat. Menurut Molina dan Albir (2002), teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik:
1. Teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan.
2. Teknik diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSu.
3. Teknik berada tataran mikro.
4. Teknik tidak saling berkaitan tetapi berdasarkan konteks tertentu.
5. Teknik bersifat fungsional.
Setiap pakar memiliki istilah tersendiri dalam menentukan suatu teknik penerjemahan, sehingga cenderung tumpang tindih antara teknik dari seorang pakar satu dengan yang lainnya. Teknik yang dimaksud sama namun memiliki istilah yang berbeda. Dalam hal keberagaman tentunya hal ini bersifat positif, namun di sisi lain terkait penelitian akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan istilah suatu teknik tertentu. Oleh karena itu, dalam tesis ini penulis menggunakan 18 teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir. Selain untuk keseragaman, teknik yang dikemukakan Molina dan Albir telah melalui penelitian kompleks dengan mengacu dan membandingkan dengan teknik-teknik penerjemahan yang telah ada dari pakar penerjemahan sebelumnya.
                Berikut 18 teknik penerjemahan tersebut,
1) Adaptasi (adaptation),
Teknik ini dikenal dengan teknik adaptasi budaya. Teknik ini dilakukan dengan mengganti unsur-unsur budaya yang ada BSu dengan unsur budaya yang mirip dan ada pada BSa. Hal tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam BSu tidak ditemukan dalam BSa, ataupun unsur budaya pada BSa tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan teknik padanan budaya.
Contoh:
BSu
BSa
as white as snow
seputih kapas

2) Amplifikasi (amplification),
Teknik penerjemahan dengan mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalamBSu. Teknik ini sama dengan eksplisitasi, penambahan, parafrasa eksklifatif. Catatan kaki merupakan bagian dari amplifikasi. Teknik reduksi adalah kebalikan dari teknik ini.
Contoh:
BSu
BSa
Ramadhan
Bulan puasa kaum muslim

3) Peminjaman (borrowing),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan meminjam kata atau ungkapan dari BSu. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) tanpa penyesuaian atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing) dengan penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan. Kamus resmi pada BSa menjadi tolok ukur apakah kata atau ungkapan tersebut merupakan suatu pinjaman atau bukan.
Contoh:
BSu
BSa
peminjaman
Mixer
Mixer
murni
Mixer
Mikser
alamiah

4) Kalke (calque),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menerjemahkan frasa atau kata BSu secara literal. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation).
Contoh:
BSu
BSa
Directorate General
Direktorat Jendral

5) Kompensasi (compensation),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan pada bagian lain dari teks terjemahan. Hal ini dilakukan karena pengaruh stilistik (gaya) pada BSu tidak bisa di terapkan pada BSa. Teknik ini sama dengan teknik konsepsi.
Contoh:
BSu
BSa
A pair of scissors
Sebuah gunting

6) Deskripsi (description),
                Teknik penerjemahan yang dilterapkan dengan menggantikan sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya.
Contoh:
BSu
BSa
panettone
kue tradisional Italia yang dimakan pada saat Tahun Baru

7) Kreasi diskursif (discursive creation),
                Teknik penerjemahan dengan penggunaan padanan yang keluar konteks. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian calon pembaca. Teknik ini serupa dengan teknik proposal.
Contoh:
BSu
BSa
The Godfather
Sang Godfather

8) Padanan lazim (establish equivalence),
Teknik dengan penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah.
Contoh:
BSu
BSa
Ambiguity
ambigu

9) Generalisasi (generalization),
Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan yang spesifik. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation).
Contoh:
BSu
BSa
Penthouse, mansion
Tempat tinggal

10) Amplifikasi linguistik (linguistic amplification),
             Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menambahkan unsur-unsur linguistik dalam BSa. Teknik ini lazim diterapkan pada pengalihbahasaan konsekutif dan sulih suara.
Contoh:

BSu
BSa
No way
De ninguna de las maneras (Spain)

11) Kompresi linguistik (linguistic compression),
    Teknik yang dilakukan dengan mensintesa unsur-unsur linguistik pada BSa. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi linguistik. Teknik ini lazim digunakan pada pengalihbahasaan simultan dan penerjemahan teks film.
Contoh:
BSu
BSa
Yes so what?
Y? (Spain)

12) Penerjemahan harfiah (literal translation),
            Teknik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan penerjemah tidak mengaitkan dengan konteks.
Contoh:
BSu
BSa
Killing two birds with one stone
Membunuh dua burung dengan satu batu

13) Modulasi (modulation),
Teknik penerjemahan yang diterapkan dengan mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan BSu. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural.
Contoh:
BSu
BSa
Nobody doesn’t like it
Semua orang menyukainya

14) Partikularisasi (particularizaton),
Teknik penerjemahan dimana penerjemah menggunakan istilah yang lebih konkrit, presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi.   
Contoh:
BSu
BSa
air transportation
pesawat

15) Reduksi (reduction),
              Teknik yang diterapkan dengan penghilangan secara parsial, karena penghilangan tersebut dianggap tidak menimbulkan distorsi makna. Dengan kata lain, mengimplisitkan informasi yang eksplisit. Teknik ini kebalikan dari teknik amplifikasi.
Contoh:
BSu
BSa
SBY the president of republic of Indonesia
SBY

16) subsitusi (subsitution),
Teknik ini dilakukan dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik (intonasi atau isyara).Contoh: Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima kasih.
17) transposisi (transposition),
                Teknik penerjemahan dimana penerjemah melakukan perubahan kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit. Seperti kata menjadi frasa.
Contoh:
BSu
BSa
adept
Sangat terampil

18) variasi (variation).
Teknik dengan mengganti elemen linguistik atau paralinguistik (intonasi, isyarat) yang berdampak pada variasi linguistik.