Metode
dan Teknik Penerjemahan
Terlepas dari perbedaan-perbedaan
yang ada, setiap pakar penerjemahan mengelompokkan penerjemahan-penerjemahan di
bawah ini ke dalam jenis, metode atau teknik. Peneliti, dalam hal ini,
mengadopsi pendapat Newmark (1988) dalam pengelompokan metode penerjemahan.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah metode diartikan
sebagai cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan
(2005:740).
Berkaitan dengan batasan istilah metode penerjemahan (Translation Method), Molina dan Albir (2002:507) menyatakan bahwa ”Translation method refers to the way of a particular translation process that is carried out in terms of the translator’s objective, i’e., a global option that affects the whole texts”. Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penerjemahan lebih cenderung pada sebuah cara yang digunakan oleh penerjemah dalam proses penerjemahan sesuai dengan tujuannya, misalnya sebuah opsi global penerjemah yang mempengaruhi keseluruhan teks. Jadi metode penerjemahan sangat mempengaruhi hasil terjemahan. Artinya hasil terjemahan teks sangat ditentukan oleh metode penerjemahan yang dianut oleh penerjemah karena maksud, tujuan dan kehendak penerjemah akan berpengaruh terhadap hasil terjemahan teks secara keseluruhan. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Newmark dalam Ordudary (2007:1) yang menyatakan: “[w]hile translation methods relate to whole texts, translation procedures are used for sentences and the smaller units of language”. Selanjutnya Newmark (1988:45) telah mengelompokkan metode-metode penerjemahan berikut ke dalam dua kelompok besar. Empat metode pertama lebih ditekankan pada Bsu, yaitu Word-for-word translation, Literal translation, Faithful translation, dan Semantic translation dan empat metode kedua lebih ditekankan pada Bsa, Adaptation, Free translation, Idiomatic translation, dan Communicative translation.
1. Penerjemahan Kata-demi-kata
Dalam metode penerjemahan kata-demi-kata (word-for-word translation), biasanya kata-kata Tsa langsung diletakkan di bawah versi Tsu atau disebut dengan interlinear translation. Metode penerjemahan ini sangat terikat pada tataran kata, sehingga susunan kata sangat dipertahankan. Dalam melakukan tugasnya, penerjemah hanya mencari padanan kata Bsu dalam Bsa. Susunan kata dalam kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat Bsu. Setiap kata diterjemahkan satu-satu berdasarkan makna umum atau di luar konteks, sedangkan kata-kata yang berkaitan dengan budaya diterjemahkan secara harfiah. Umumnya metode ini digunakan pada tahapan prapenerjemahan pada saat penerjemah menerjemahkan teks yang sukar atau untuk memahami mekanisme Bsu. Jadi metode ini digunakan pada tahap analisis atau tahap awal pengalihan. Biasanya metode ini digunakan untuk penerjemahan tujuan khusus, namun tidak lazim digunakan untuk penerjemahan yang umum. Kecuali jika struktur kalimat bahasa Inggris sama dengan struktur kalimat bahasa Indonesia (lihat contoh nomor 3 dan 4 di bawah ini) (Catford, 1978:25; Soemarno, 1983:25; Newmark, 1988:45-46; Machali, 2000:50-51; Nababan, 2003:30).
Berikut adalah beberapa contoh hasil terjemahan yang menggunakan contoh metode penerjemahan kata-demi-kata menurut beberapa pakar tersebut di atas:
1. Tsu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing that.
Tsa : *Lihat, kecil anak, kamu semua harus tidak melakukan ini.
Berdasarkan hasil terjemahan tersebut, kalimat Tsu yang dihasilkan sangatlah rancu dan janggal karena susunan frase “kecil anak” tidak berterima dalam tatabahasa Indonesia dan makna frase “harus tidak” itu kurang tepat. Seharusnya kedua frase tersebut menjadi “anak kecil” dan “seharusnya tidak”. Demikian pula dengan kata “that” yang sebaiknya diterjemahkan menjadi “itu” bukan “ini”. Sehingga alternative terjemahan dari kalimat tersebut menjadi:
‘Lihat, anak kecil, kamu semua seharusnya tidak melakukan itu.’
2. Tsu : I like that clever student.
Tsa : *Saya menyukai itu pintar anak.
Hasil terjemahannya tidak berterima dalam bahasa Indonesia karena susunan kata yang benar bukan ’itu pintar anak’ tetapi ’anak pintar itu’, sehingga kalimat yang benar seharusnya: ”Saya menyukai anak pintar itu.”
3. Tsu : I will go to New York tomorrow.
Tsa : Saya akan pergi ke New York besok.
4. Tsu : Joanne gave me two tickects yesterday.
Tsa : Joanne memberi saya dua tiket kemarin.
Hasil terjemahan kalimat ke-3 dan ke-4 tidak separah hasil terjemahan kalimat ke-1 dan ke-2 karena struktur kalimat dari kedua teks tersebut hampir sama. Artinya bahwa hasil terjemahan kedua kalimat tersebut masih dalam kategori berterima walaupun masih terasa janggal. Walaupun demikian ada beberapa alternatif hasil terjemahan yang tampak lebih alamiah dan berterima misalnya:
3. ‘Besok pagi saya akan pergi ke New York.’
4. ‘Kemarin Joanne memberiku dua buah tiket.’
2. Penerjemahan Harfiah
Penerjemahan harfiah (literal translation) atau disebut juga penerjemahan lurus (linear translation) berada di antara penerjemahan kata-demi-kata dan penerjemahan bebas (free translation). Dalam proses penerjemahannya, penerjamah mencari konstruksi gramatikal Bsu yang sepadan atau dekat dengan Bsa. Penerjemahan harfiah ini terlepas dari konteks. Penerjemahan ini mula-mula dilakukan seperti penerjemahan kata-demi-kata, tetapi penerjemah kemudian menyesuaikan susunan kata-katanya sesuai dengan gramatikal Bsa (Soemarno, 1983:25; Newmark, 1988:46; Machali, 2000: 51; Nababan, 2003:33; Moentaha, 2006:48). Perhatikan beberapa contoh berikut:
1. Tsu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing that.
Tsa : Lihat, anak kecil, kamu semua seharusnya tidak berbuat seperti itu.
2. Tsu : It’s raining cats and dogs.
Tsa : Hujan kucing dan anjing.
3. Tsu : His hearth is in the right place.
Tsa : Hatinya berada di tempat yang benar.
4. Tsu : The Sooner or the later the weather will change.
Tsa : Lebih cepat atau lebih lambat cuaca akan berubah.
Jika dilihat dari hasil terjemahannya, beberapa kalimat-kalimat yang diterjemahkan secara harfiah masih terasa janggal, misalnya kalimat ke-2 sebaiknya diterjemahkan “Hujan lebat” atau “Hujan deras”. Kalimat ke-3 sebaiknya diterjemahkan menjadi “Hatinya tenteram”. Namun jika demikian hasil terjemahannya, memang lebih condong pada penerjemahan bebas. Demikian pula dengan kalimat ke-4 sebaiknya diterjemahkan menjadi “Cepat atau lambat cuacanya akan berubah”.
3. Penerjemahan Setia
Dalam penerjemahan setia (faithful translation), penerjemah berupaya mereproduksi makna kontekstual dari teks asli dengan tepat dalam batasan-batasan struktur gramatikal teks sasaran. Di sini kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan, tetapi penyimpangan tata bahasa dan pilihan kata masih tetap ada atau dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan Tsu, sehingga hasil terjemahan kadang-kadang masih terasa kaku dan seringkali asing (Newmark, 1988:46; Machali, 2000:51). Perhatikan contoh terjemahan berikut ini:
1. Tsu : Ben is too well aware that he is naughty.
Tsa : Ben menyadari terlalu baik bahwa ia nakal.
2. Tsu : I have quite a few friends.
Tsa : Saya mempunyai samasekali tidak banyak teman.
4. Penerjemahan Semantis
Penerjemahan semantis (semantic translation) lebih luwes daripada penerjemahan setia. Penerjemahan setia lebih kaku dan tidak kompromi dengan kaidah Bsa atau lebih terikat dengan Bsu, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel dengan Bsa. Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantis harus mempertimbangkan unsur estetika teks Bsu dengan cara mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran (Newmark, 1988:46; Machali, 2000:52). Perhatikan contoh berikut:
Tsu : He is a book-worm.
Tsa : *Dia (laki-laki) adalah seorang yang suka sekali membaca.
Frase book-worm diterjemahkan secara fleksibel sesuai dengan konteks budaya dan batasan fungsional yang berterima dalam Bsa. Tetapi terjemahan di atas kurang tepat dan seharusnya diterjemahkan menjadi: ’Dia seorang kutu buku.’
5. Adaptasi (Saduran)
Adaptasi (adaptation) oleh Newmark (1988:46) disebut dengan metode penerjemahan yang paling bebas (the freest form of translation) dan paling dekat dengan Bsa. Istilah ”saduran” dapat diterima di sini, asalkan penyadurannya tidak mengorbankan tema, karakter atau alur dalam Tsu. Memang penerjemahan adaptasi ini banyak digunakan untuk menerjemahkan puisi dan drama. Di sini terjadi peralihan budaya Bsa ke Bsu dan teks asli ditulis kembali serta diadaptasikan ke dalam Tsa. Jika seorang penyair menyadur atau mengadaptasi sebuah naskah drama untuk dimainkan, maka ia harus tetap mempertahankan semua karakter dalam naskah asli dan alur cerita juga tetap dipertahankan, namun dialog Tsu sudah disadur dan disesuaikan dengan budaya Bsa.
Berikut adalah contoh lirik lagu dari sebuah yang disadur dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia (http://anotherfool.wordpress.com):
Tsu : Hey Jude, don’t make it bad
Take a sad song and make it better
Remember to let her into your heart
Then you can start to make it better
(Hey Jude-The Beatles, 196)
Tsa : Kasih, dimanakahMengapa kau tinggalkan aku
Ingatlah-ingatlah kau padaku
Janji setiamu tak kan kulupa
6. Penerjemahan Bebas
Penerjemahan bebas (free translation) merupakan penerjemahan yang lebih mengutamakan isi dari pada bentuk teks Bsu. Biasanya metode ini berbentuk parafrase yang lebih panjang daripada bentuk aslinya, dimaksudkan agar isi atau pesan lebih jelas diterima oleh pengguna Bsa. Terjemahannya bersifat bertele-tele dan panjang lebar, bahkan hasil terjemahannya tampak seperti bukan terjemahan (Newmark, 1988:46; Machali, 2003:53). Soemarno (2001:33-37) memberi contoh sebagai berikut:
1. Tsu : The flowers in the garden.
Tsa : Bunga-bunga yang tumbuh di kebun.
2. Tsu : How they live on what he makes?
Tsa : Bagaimana mereka dapat hidup dengan penghasilannya?
Dalam contoh nomor 1 terjadi pergeseran yang disebut dengan shunt up (langsir ke atas), karena dari frase preposisi in the garden menjadi klausa ’yang tumbuh di kebun’. Sedangkan pada nomor 2 terjadi pergeseran yang disebut dengan shunt down (langsir ke bawah), karena klausa on what he makes menjadi frase ’dengan penghasilannya’. Contoh-contoh lainnya adalah:
3. Tsu : Tatik is growing with happiness.
Tsa : Tati, hatinya berbunga-bunga.
4. Tsu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing this.
Tsa : Dengar nak, mengapa kamu semua melakukan hal-
hal seperti ini. Ini tidak baik.
Berikut adalah sebuah contoh terjemahan bebas yang tampak sangat ekstrim yang dikemukakan oleh Moentaha (2006:52):
5. Tsu : I kissed her.
Tsa : Saya telah mencetak sebuah ciuman pada bibirnya yang merah.
Terjemahan di atas tampak lebih radikal, sekalipun tetap mempertahankan isi atau pesan. Padahal terjemahannya bisa saja menjadi ’Saya telah menciumnya’.
7. Penerjemahan Idiomatik
Larson dalam Choliludin (2006:23) mengatakan bahwa terjemahan idiomatik (idiomatic translation) menggunakan bentuk alamiah dalam teks Bsa-nya, sesuai dengan konstruksi gramatikalnya dan pilihan leksikalnya. Terjemahan yang benar-benar idiomatik tidak tampak seperti hasil terjemahan. Hasil terjemahannya seolah-olah seperti hasil tulisan langsung dari penutur asli. Maka seorang penerjemah yang baik akan mencoba menerjemahkan teks secara idiomatik. Newmark (1988:47) menambahkan bahwa penerjemahan idiomatik mereproduksi pesan dalam teks Bsa dengan ungkapan yang lebih alamiah dan akrab daripada teks Bsu.
Choliludin (2006:222-225) memberi beberapa contoh terjemahan idiomatik sebagai berikut:
1. Tsu : Salina!, Excuse me, Salina!
Tsa : Salina!, Permisi, Salina!
2. Tsu : I can relate to that.
Tsa : Aku mengerti maksudnya.
3. Tsu : You’re cheery mood.
Tsa : Kamu kelihatan ceria.
4. Tsu : Tell me, I am not in a cage now.
Tsa : Ayo, berilah aku semangat bahwa aku orang bebas.
5. Tsu : Excuse me?
Tsa : Maaf, apa maksud Anda?
8. Penerjemahan Komunikatif
Menurut Newmark (1988:47), penerjemahan komunikatif (communicative translation) berupaya untuk menerjemahkan makna kontekstual dalam teks Bsu, baik aspek kebahasaan maupun aspek isinya, agar dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca. Machali (2000:55) menambahkan bahwa metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu mimbar pembaca dan tujuan penerjemahan. Contoh dari metode penerjemahan ini adalah penerjemahan kata spine dalam frase thorns spines in old reef sediments. Jika kata tersebut diterjemahkan oleh seorang ahli biologi, maka padanannya adalah spina (istilah teknis Latin), tetapi jika diterjemahkan untuk mimbar pembaca yang lebih umum, maka kata itu diterjemahkan menjadi ’duri’.
Di samping itu Nababan (2003:41) menjelaskan bahwa penerjemahan komunikatif pada dasarnya menekankan pengalihan pesan. Metode ini sangat memperhatikan pembaca atau pendengar Bsa yang tidak mengharapkan adanya kesulitan-kesulitan dan ketidakjelasan dalam teks terjemahan. Metode ini juga sangat memperhatikan keefektifan bahasa terjemahan. Kalimat ’Awas Anjing Galak’ dapat diterjemahkan menjadi Beware of the dog! daripada Beware of the vicious dog! Karena bagaimanapun juga kalimat terjemahan ke-1 sudah mengisyaratkan bahwa anjing itu galak (vicious).
Berdasarkan pengamatan peneliti, setiap penerjemah memiliki gaya masing-masing dalam menerjemahkan suatu karya. Gaya yang dia pakai akan sangat berkaitan erat, misalnya, dengan metode penerjemahkaan yang dia gunakan bergantung tujuan penerjemahan yang dia lakukan. Di antara para penerjemah ada yang menggunakan metode penerjemahan setia, seperti yang telah dilakukan oleh penerjemah novel Harry Potter and the Phylosopher’s Stone. Alasannya adalah bahwa dia tidak mau melepaskan makna kontekstual dalam Tsu-nya. Dia berusaha mempertahankan istilah-istilah yang berkaitan dengan sosio-budaya dan latar dari Bsu, misalnya mempertahankan kata Mr dan Mrs serta nama-nama diri para karakter dalam novel itu. Dia tidak melakukan suatu adaptasi atau domestikasi tetapi mempertahankan ideology forenisasinya. Ini dilakukan demi menjaga keaslian unsur-unsur ceritera dan nilai-nilai budaya yang melatari ceritera tersebut sehingga pembaca diajak untuk mengenali tema, karakter, latar dan atmosfir budaya asing. Para penerjemah novel lainnya masing-masing berbeda dalam memilih metode penerjemahan. Di antaranya ada yang menggunakan penerjemahan bebas, semantis, idiomatik, dan adaptasi. Hal tersebut dilakukan bergantung kepada kebiasaan serta gaya yang menjadi ciri khas mereka. Mungkin pula bergantung pada tujuan penerjemahan itu sendiri.
http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/06/12/metode-penerjemahan-bahasa-ala-newmark/
Berkaitan dengan batasan istilah metode penerjemahan (Translation Method), Molina dan Albir (2002:507) menyatakan bahwa ”Translation method refers to the way of a particular translation process that is carried out in terms of the translator’s objective, i’e., a global option that affects the whole texts”. Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penerjemahan lebih cenderung pada sebuah cara yang digunakan oleh penerjemah dalam proses penerjemahan sesuai dengan tujuannya, misalnya sebuah opsi global penerjemah yang mempengaruhi keseluruhan teks. Jadi metode penerjemahan sangat mempengaruhi hasil terjemahan. Artinya hasil terjemahan teks sangat ditentukan oleh metode penerjemahan yang dianut oleh penerjemah karena maksud, tujuan dan kehendak penerjemah akan berpengaruh terhadap hasil terjemahan teks secara keseluruhan. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Newmark dalam Ordudary (2007:1) yang menyatakan: “[w]hile translation methods relate to whole texts, translation procedures are used for sentences and the smaller units of language”. Selanjutnya Newmark (1988:45) telah mengelompokkan metode-metode penerjemahan berikut ke dalam dua kelompok besar. Empat metode pertama lebih ditekankan pada Bsu, yaitu Word-for-word translation, Literal translation, Faithful translation, dan Semantic translation dan empat metode kedua lebih ditekankan pada Bsa, Adaptation, Free translation, Idiomatic translation, dan Communicative translation.
1. Penerjemahan Kata-demi-kata
Dalam metode penerjemahan kata-demi-kata (word-for-word translation), biasanya kata-kata Tsa langsung diletakkan di bawah versi Tsu atau disebut dengan interlinear translation. Metode penerjemahan ini sangat terikat pada tataran kata, sehingga susunan kata sangat dipertahankan. Dalam melakukan tugasnya, penerjemah hanya mencari padanan kata Bsu dalam Bsa. Susunan kata dalam kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat Bsu. Setiap kata diterjemahkan satu-satu berdasarkan makna umum atau di luar konteks, sedangkan kata-kata yang berkaitan dengan budaya diterjemahkan secara harfiah. Umumnya metode ini digunakan pada tahapan prapenerjemahan pada saat penerjemah menerjemahkan teks yang sukar atau untuk memahami mekanisme Bsu. Jadi metode ini digunakan pada tahap analisis atau tahap awal pengalihan. Biasanya metode ini digunakan untuk penerjemahan tujuan khusus, namun tidak lazim digunakan untuk penerjemahan yang umum. Kecuali jika struktur kalimat bahasa Inggris sama dengan struktur kalimat bahasa Indonesia (lihat contoh nomor 3 dan 4 di bawah ini) (Catford, 1978:25; Soemarno, 1983:25; Newmark, 1988:45-46; Machali, 2000:50-51; Nababan, 2003:30).
Berikut adalah beberapa contoh hasil terjemahan yang menggunakan contoh metode penerjemahan kata-demi-kata menurut beberapa pakar tersebut di atas:
1. Tsu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing that.
Tsa : *Lihat, kecil anak, kamu semua harus tidak melakukan ini.
Berdasarkan hasil terjemahan tersebut, kalimat Tsu yang dihasilkan sangatlah rancu dan janggal karena susunan frase “kecil anak” tidak berterima dalam tatabahasa Indonesia dan makna frase “harus tidak” itu kurang tepat. Seharusnya kedua frase tersebut menjadi “anak kecil” dan “seharusnya tidak”. Demikian pula dengan kata “that” yang sebaiknya diterjemahkan menjadi “itu” bukan “ini”. Sehingga alternative terjemahan dari kalimat tersebut menjadi:
‘Lihat, anak kecil, kamu semua seharusnya tidak melakukan itu.’
2. Tsu : I like that clever student.
Tsa : *Saya menyukai itu pintar anak.
Hasil terjemahannya tidak berterima dalam bahasa Indonesia karena susunan kata yang benar bukan ’itu pintar anak’ tetapi ’anak pintar itu’, sehingga kalimat yang benar seharusnya: ”Saya menyukai anak pintar itu.”
3. Tsu : I will go to New York tomorrow.
Tsa : Saya akan pergi ke New York besok.
4. Tsu : Joanne gave me two tickects yesterday.
Tsa : Joanne memberi saya dua tiket kemarin.
Hasil terjemahan kalimat ke-3 dan ke-4 tidak separah hasil terjemahan kalimat ke-1 dan ke-2 karena struktur kalimat dari kedua teks tersebut hampir sama. Artinya bahwa hasil terjemahan kedua kalimat tersebut masih dalam kategori berterima walaupun masih terasa janggal. Walaupun demikian ada beberapa alternatif hasil terjemahan yang tampak lebih alamiah dan berterima misalnya:
3. ‘Besok pagi saya akan pergi ke New York.’
4. ‘Kemarin Joanne memberiku dua buah tiket.’
2. Penerjemahan Harfiah
Penerjemahan harfiah (literal translation) atau disebut juga penerjemahan lurus (linear translation) berada di antara penerjemahan kata-demi-kata dan penerjemahan bebas (free translation). Dalam proses penerjemahannya, penerjamah mencari konstruksi gramatikal Bsu yang sepadan atau dekat dengan Bsa. Penerjemahan harfiah ini terlepas dari konteks. Penerjemahan ini mula-mula dilakukan seperti penerjemahan kata-demi-kata, tetapi penerjemah kemudian menyesuaikan susunan kata-katanya sesuai dengan gramatikal Bsa (Soemarno, 1983:25; Newmark, 1988:46; Machali, 2000: 51; Nababan, 2003:33; Moentaha, 2006:48). Perhatikan beberapa contoh berikut:
1. Tsu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing that.
Tsa : Lihat, anak kecil, kamu semua seharusnya tidak berbuat seperti itu.
2. Tsu : It’s raining cats and dogs.
Tsa : Hujan kucing dan anjing.
3. Tsu : His hearth is in the right place.
Tsa : Hatinya berada di tempat yang benar.
4. Tsu : The Sooner or the later the weather will change.
Tsa : Lebih cepat atau lebih lambat cuaca akan berubah.
Jika dilihat dari hasil terjemahannya, beberapa kalimat-kalimat yang diterjemahkan secara harfiah masih terasa janggal, misalnya kalimat ke-2 sebaiknya diterjemahkan “Hujan lebat” atau “Hujan deras”. Kalimat ke-3 sebaiknya diterjemahkan menjadi “Hatinya tenteram”. Namun jika demikian hasil terjemahannya, memang lebih condong pada penerjemahan bebas. Demikian pula dengan kalimat ke-4 sebaiknya diterjemahkan menjadi “Cepat atau lambat cuacanya akan berubah”.
3. Penerjemahan Setia
Dalam penerjemahan setia (faithful translation), penerjemah berupaya mereproduksi makna kontekstual dari teks asli dengan tepat dalam batasan-batasan struktur gramatikal teks sasaran. Di sini kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan, tetapi penyimpangan tata bahasa dan pilihan kata masih tetap ada atau dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan Tsu, sehingga hasil terjemahan kadang-kadang masih terasa kaku dan seringkali asing (Newmark, 1988:46; Machali, 2000:51). Perhatikan contoh terjemahan berikut ini:
1. Tsu : Ben is too well aware that he is naughty.
Tsa : Ben menyadari terlalu baik bahwa ia nakal.
2. Tsu : I have quite a few friends.
Tsa : Saya mempunyai samasekali tidak banyak teman.
4. Penerjemahan Semantis
Penerjemahan semantis (semantic translation) lebih luwes daripada penerjemahan setia. Penerjemahan setia lebih kaku dan tidak kompromi dengan kaidah Bsa atau lebih terikat dengan Bsu, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel dengan Bsa. Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantis harus mempertimbangkan unsur estetika teks Bsu dengan cara mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran (Newmark, 1988:46; Machali, 2000:52). Perhatikan contoh berikut:
Tsu : He is a book-worm.
Tsa : *Dia (laki-laki) adalah seorang yang suka sekali membaca.
Frase book-worm diterjemahkan secara fleksibel sesuai dengan konteks budaya dan batasan fungsional yang berterima dalam Bsa. Tetapi terjemahan di atas kurang tepat dan seharusnya diterjemahkan menjadi: ’Dia seorang kutu buku.’
5. Adaptasi (Saduran)
Adaptasi (adaptation) oleh Newmark (1988:46) disebut dengan metode penerjemahan yang paling bebas (the freest form of translation) dan paling dekat dengan Bsa. Istilah ”saduran” dapat diterima di sini, asalkan penyadurannya tidak mengorbankan tema, karakter atau alur dalam Tsu. Memang penerjemahan adaptasi ini banyak digunakan untuk menerjemahkan puisi dan drama. Di sini terjadi peralihan budaya Bsa ke Bsu dan teks asli ditulis kembali serta diadaptasikan ke dalam Tsa. Jika seorang penyair menyadur atau mengadaptasi sebuah naskah drama untuk dimainkan, maka ia harus tetap mempertahankan semua karakter dalam naskah asli dan alur cerita juga tetap dipertahankan, namun dialog Tsu sudah disadur dan disesuaikan dengan budaya Bsa.
Berikut adalah contoh lirik lagu dari sebuah yang disadur dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia (http://anotherfool.wordpress.com):
Tsu : Hey Jude, don’t make it bad
Take a sad song and make it better
Remember to let her into your heart
Then you can start to make it better
(Hey Jude-The Beatles, 196)
Tsa : Kasih, dimanakahMengapa kau tinggalkan aku
Ingatlah-ingatlah kau padaku
Janji setiamu tak kan kulupa
6. Penerjemahan Bebas
Penerjemahan bebas (free translation) merupakan penerjemahan yang lebih mengutamakan isi dari pada bentuk teks Bsu. Biasanya metode ini berbentuk parafrase yang lebih panjang daripada bentuk aslinya, dimaksudkan agar isi atau pesan lebih jelas diterima oleh pengguna Bsa. Terjemahannya bersifat bertele-tele dan panjang lebar, bahkan hasil terjemahannya tampak seperti bukan terjemahan (Newmark, 1988:46; Machali, 2003:53). Soemarno (2001:33-37) memberi contoh sebagai berikut:
1. Tsu : The flowers in the garden.
Tsa : Bunga-bunga yang tumbuh di kebun.
2. Tsu : How they live on what he makes?
Tsa : Bagaimana mereka dapat hidup dengan penghasilannya?
Dalam contoh nomor 1 terjadi pergeseran yang disebut dengan shunt up (langsir ke atas), karena dari frase preposisi in the garden menjadi klausa ’yang tumbuh di kebun’. Sedangkan pada nomor 2 terjadi pergeseran yang disebut dengan shunt down (langsir ke bawah), karena klausa on what he makes menjadi frase ’dengan penghasilannya’. Contoh-contoh lainnya adalah:
3. Tsu : Tatik is growing with happiness.
Tsa : Tati, hatinya berbunga-bunga.
4. Tsu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing this.
Tsa : Dengar nak, mengapa kamu semua melakukan hal-
hal seperti ini. Ini tidak baik.
Berikut adalah sebuah contoh terjemahan bebas yang tampak sangat ekstrim yang dikemukakan oleh Moentaha (2006:52):
5. Tsu : I kissed her.
Tsa : Saya telah mencetak sebuah ciuman pada bibirnya yang merah.
Terjemahan di atas tampak lebih radikal, sekalipun tetap mempertahankan isi atau pesan. Padahal terjemahannya bisa saja menjadi ’Saya telah menciumnya’.
7. Penerjemahan Idiomatik
Larson dalam Choliludin (2006:23) mengatakan bahwa terjemahan idiomatik (idiomatic translation) menggunakan bentuk alamiah dalam teks Bsa-nya, sesuai dengan konstruksi gramatikalnya dan pilihan leksikalnya. Terjemahan yang benar-benar idiomatik tidak tampak seperti hasil terjemahan. Hasil terjemahannya seolah-olah seperti hasil tulisan langsung dari penutur asli. Maka seorang penerjemah yang baik akan mencoba menerjemahkan teks secara idiomatik. Newmark (1988:47) menambahkan bahwa penerjemahan idiomatik mereproduksi pesan dalam teks Bsa dengan ungkapan yang lebih alamiah dan akrab daripada teks Bsu.
Choliludin (2006:222-225) memberi beberapa contoh terjemahan idiomatik sebagai berikut:
1. Tsu : Salina!, Excuse me, Salina!
Tsa : Salina!, Permisi, Salina!
2. Tsu : I can relate to that.
Tsa : Aku mengerti maksudnya.
3. Tsu : You’re cheery mood.
Tsa : Kamu kelihatan ceria.
4. Tsu : Tell me, I am not in a cage now.
Tsa : Ayo, berilah aku semangat bahwa aku orang bebas.
5. Tsu : Excuse me?
Tsa : Maaf, apa maksud Anda?
8. Penerjemahan Komunikatif
Menurut Newmark (1988:47), penerjemahan komunikatif (communicative translation) berupaya untuk menerjemahkan makna kontekstual dalam teks Bsu, baik aspek kebahasaan maupun aspek isinya, agar dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca. Machali (2000:55) menambahkan bahwa metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu mimbar pembaca dan tujuan penerjemahan. Contoh dari metode penerjemahan ini adalah penerjemahan kata spine dalam frase thorns spines in old reef sediments. Jika kata tersebut diterjemahkan oleh seorang ahli biologi, maka padanannya adalah spina (istilah teknis Latin), tetapi jika diterjemahkan untuk mimbar pembaca yang lebih umum, maka kata itu diterjemahkan menjadi ’duri’.
Di samping itu Nababan (2003:41) menjelaskan bahwa penerjemahan komunikatif pada dasarnya menekankan pengalihan pesan. Metode ini sangat memperhatikan pembaca atau pendengar Bsa yang tidak mengharapkan adanya kesulitan-kesulitan dan ketidakjelasan dalam teks terjemahan. Metode ini juga sangat memperhatikan keefektifan bahasa terjemahan. Kalimat ’Awas Anjing Galak’ dapat diterjemahkan menjadi Beware of the dog! daripada Beware of the vicious dog! Karena bagaimanapun juga kalimat terjemahan ke-1 sudah mengisyaratkan bahwa anjing itu galak (vicious).
Berdasarkan pengamatan peneliti, setiap penerjemah memiliki gaya masing-masing dalam menerjemahkan suatu karya. Gaya yang dia pakai akan sangat berkaitan erat, misalnya, dengan metode penerjemahkaan yang dia gunakan bergantung tujuan penerjemahan yang dia lakukan. Di antara para penerjemah ada yang menggunakan metode penerjemahan setia, seperti yang telah dilakukan oleh penerjemah novel Harry Potter and the Phylosopher’s Stone. Alasannya adalah bahwa dia tidak mau melepaskan makna kontekstual dalam Tsu-nya. Dia berusaha mempertahankan istilah-istilah yang berkaitan dengan sosio-budaya dan latar dari Bsu, misalnya mempertahankan kata Mr dan Mrs serta nama-nama diri para karakter dalam novel itu. Dia tidak melakukan suatu adaptasi atau domestikasi tetapi mempertahankan ideology forenisasinya. Ini dilakukan demi menjaga keaslian unsur-unsur ceritera dan nilai-nilai budaya yang melatari ceritera tersebut sehingga pembaca diajak untuk mengenali tema, karakter, latar dan atmosfir budaya asing. Para penerjemah novel lainnya masing-masing berbeda dalam memilih metode penerjemahan. Di antaranya ada yang menggunakan penerjemahan bebas, semantis, idiomatik, dan adaptasi. Hal tersebut dilakukan bergantung kepada kebiasaan serta gaya yang menjadi ciri khas mereka. Mungkin pula bergantung pada tujuan penerjemahan itu sendiri.
http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/06/12/metode-penerjemahan-bahasa-ala-newmark/
Teknik Penerjemahan
Teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan
untuk mengalihkan pesan dari BSu ke BSa, diterapkan pada tataran kata, frasa,
klausa maupun kalimat. Menurut Molina dan Albir (2002), teknik penerjemahan
memiliki lima karakteristik:
1. Teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan.
2. Teknik diklasifikasikan dengan perbandingan
pada teks BSu.
3. Teknik berada tataran mikro.
4. Teknik tidak saling berkaitan tetapi
berdasarkan konteks tertentu.
5. Teknik bersifat fungsional.
Setiap pakar memiliki istilah tersendiri dalam menentukan
suatu teknik penerjemahan, sehingga cenderung tumpang tindih antara teknik dari
seorang pakar satu dengan yang lainnya. Teknik yang dimaksud sama namun
memiliki istilah yang berbeda. Dalam hal keberagaman tentunya hal ini bersifat
positif, namun di sisi lain terkait penelitian akan menimbulkan kesulitan dalam
menentukan istilah suatu teknik tertentu. Oleh karena itu, dalam tesis ini
penulis menggunakan 18 teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan
Albir. Selain untuk keseragaman, teknik yang dikemukakan Molina dan Albir telah
melalui penelitian kompleks dengan mengacu dan membandingkan dengan
teknik-teknik penerjemahan yang telah ada dari pakar penerjemahan sebelumnya.
Berikut 18 teknik penerjemahan tersebut,
1) Adaptasi (adaptation),
Teknik ini dikenal dengan teknik adaptasi budaya.
Teknik ini dilakukan dengan mengganti unsur-unsur budaya yang ada BSu dengan
unsur budaya yang mirip dan ada pada BSa. Hal tersebut bisa dilakukan karena
unsur budaya dalam BSu tidak ditemukan dalam BSa, ataupun unsur budaya pada BSa
tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan teknik
padanan budaya.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
as white as snow
|
seputih kapas
|
2) Amplifikasi (amplification),
Teknik penerjemahan dengan mengeksplisitkan atau
memparafrase suatu informasi yang implisit dalamBSu. Teknik ini sama dengan eksplisitasi,
penambahan, parafrasa eksklifatif. Catatan kaki merupakan bagian dari
amplifikasi. Teknik reduksi adalah kebalikan dari teknik ini.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
Ramadhan
|
Bulan
puasa kaum muslim
|
3) Peminjaman (borrowing),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan meminjam kata atau ungkapan dari BSu. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure
borrowing) tanpa penyesuaian atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized
borrowing) dengan penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan. Kamus resmi pada BSa menjadi tolok ukur apakah kata atau ungkapan
tersebut merupakan suatu pinjaman atau bukan.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
peminjaman
|
Mixer
|
Mixer
|
murni
|
Mixer
|
Mikser
|
alamiah
|
4) Kalke (calque),
Teknik penerjemahan yang dilakukan
dengan menerjemahkan frasa atau kata BSu secara literal. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation).
Contoh:
BSu
|
BSa
|
Directorate General
|
Direktorat Jendral
|
5) Kompensasi (compensation),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan
menyampaikan pesan pada bagian lain dari teks terjemahan. Hal ini dilakukan
karena pengaruh stilistik (gaya) pada BSu tidak bisa di terapkan pada BSa.
Teknik ini sama dengan teknik konsepsi.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
A pair of scissors
|
Sebuah gunting
|
6) Deskripsi (description),
Teknik penerjemahan yang dilterapkan dengan menggantikan sebuah istilah atau
ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
panettone
|
kue
tradisional Italia yang dimakan pada saat Tahun Baru
|
7) Kreasi diskursif (discursive creation),
Teknik penerjemahan dengan penggunaan padanan yang keluar konteks. Hal ini
dilakukan untuk menarik perhatian calon pembaca. Teknik ini serupa dengan
teknik proposal.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
The Godfather
|
Sang Godfather
|
8) Padanan lazim (establish
equivalence),
Teknik dengan
penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim
(berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan
penerjemahan harfiah.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
Ambiguity
|
ambigu
|
9) Generalisasi (generalization),
Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum
pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak
memiliki padanan yang spesifik. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation).
Contoh:
BSu
|
BSa
|
Penthouse, mansion
|
Tempat tinggal
|
10) Amplifikasi linguistik (linguistic
amplification),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menambahkan unsur-unsur linguistik
dalam BSa. Teknik ini lazim diterapkan pada pengalihbahasaan konsekutif dan
sulih suara.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
No way
|
De ninguna de las maneras (Spain)
|
11) Kompresi linguistik (linguistic
compression),
Teknik yang dilakukan dengan
mensintesa unsur-unsur linguistik pada BSa. Teknik ini merupakan kebalikan dari
teknik amplifikasi linguistik. Teknik ini lazim digunakan pada pengalihbahasaan
simultan dan penerjemahan teks film.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
Yes so what?
|
Y? (Spain)
|
12) Penerjemahan harfiah (literal translation),
Teknik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan penerjemah
tidak mengaitkan dengan konteks.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
Killing two birds with one stone
|
Membunuh dua burung dengan satu
batu
|
13) Modulasi (modulation),
Teknik penerjemahan yang diterapkan
dengan mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan BSu. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat
leksikal atau struktural.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
Nobody doesn’t like it
|
Semua orang menyukainya
|
14) Partikularisasi (particularizaton),
Teknik penerjemahan
dimana penerjemah menggunakan istilah yang lebih konkrit, presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat. Teknik ini merupakan
kebalikan dari teknik generalisasi.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
air transportation
|
pesawat
|
15) Reduksi (reduction),
Teknik yang diterapkan dengan penghilangan secara parsial, karena penghilangan
tersebut dianggap tidak menimbulkan distorsi makna. Dengan kata lain,
mengimplisitkan informasi yang eksplisit. Teknik ini kebalikan dari teknik
amplifikasi.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
SBY the president of republic of
Indonesia
|
SBY
|
16) subsitusi (subsitution),
Teknik ini dilakukan dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik
(intonasi atau isyara).Contoh: Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan
menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima
kasih.
17) transposisi (transposition),
Teknik penerjemahan dimana penerjemah melakukan perubahan kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori,
struktur dan unit. Seperti kata menjadi frasa.
Contoh:
BSu
|
BSa
|
adept
|
Sangat terampil
|
18) variasi (variation).
Teknik dengan mengganti elemen linguistik atau
paralinguistik (intonasi, isyarat) yang berdampak pada variasi linguistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar